“Koruptor di Indonesia tertangkap bukan karena penegakan hukum yang sistematis, tetapi lebih karena apes!”, begitu pendapat Prof. Mahfud MD dalam acara dialog nasional yang diadakan di PPI (Pondok Pesantren Al-Itifaqiah) Indralaya dalam rangka semarak wisuda STITQI ke-7.
Salah satu argumen yang diajukan adalah bahwa baru ratusan kasus korupsi yang terungkap dan ditangani, sementara peristiwa korupsinya sendiri berjumlah puluhan ribu kasus dengan kemungkinan nominal yang jauh lebih besar dari kasus korupsi yang sudah terungkap.
Menurut ketua MKRI tersebut -yang sebentar lagi akan digantikan oleh hakim konstitusi yang lain- hal itu terjadi karena hukum belum ditegakkan dengan benar akibat iklim politik yang belum sehat. Dampaknya, hukum belum menjadi panglima dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita. Penegakan hukum masih selalu tebang pilih karena banyaknya tangan di luar hukum yang mencampuri dunia hukum, diantaranya kepentingan politik pragmatis.
Campur tangan politik dalam dunia hukum memang tidak bisa dihindari. Sebab hukum juga adalah produk politik. Akan tetapi politik dan politisi yang demokratis akan menghasilkan produk hukum yang berkeadilan. Pada titik itu, hukum mampu menjadi pengawal demokrasi.
Disadur dari: www.ittifaqiah.ac.id