Siang yang panas dengan terik matahari sangat menyengat membuat gadis kecil berumur empat tahun dengan balutan gamis pink serta jilbab rabani berwarna biru laut itu meringis mengeluh kepanasan.
“Udah panas, keringetan, gerah, jalan kaki lagi.”Gerutunya seraya mengelap keringat yang bercucuran di dahinya.
Ia berjalan menuju Masjid Al-Muttaqin dengan membawa sebuah tas ransel biru dipunggungnya. Masjid itu tak terlalu jauh dari rumahnya.
“Assalamu’alaikum.”Ia mengucapkan salam.
“Wa’alaikumussallam.”Jawab Kyai beserta teman-temannya serentak.
Lalu, gadis mungil itu duduk untuk antri belajar mengaji dibelakang temannya. Namun, ia tak mengulang bacaan Iqro’ nya yang kemaren melainkan mengajak temannya bermain. Ia membuka ransel yang dibawanya, ternyata banyak mainan yang terdapat di dalamnya. Diambilnya mainan bergambar dan bermain bersama temannya. Kyai yang melihat pun langsung menegur.
“Anzalna, gak boleh main di Masjid! Ayo, ulang bacaan Iqro’ nya aja!”Seru Ustadz.
“Gak mau ahh kek, lagian Anzalna udah ulang mulu dirumah. Gak di rumah, di masjid disuruh baca Iqro’ mulu. Lagipula Anzalna juga gak pernah lanjut halaman, bikin males aja.”Bantahnya memicingkan matanya.
“Anzalna gak boleh gitu, Kakek bilang ulang bacaan Iqro’nya!”Suara kakek meninggi. Kakek?. Ya kakek, karena Kyai Saidi adalah kakek nya Anzalna. Namun, Anzalna sangat malas sekali untuk belajar mengaji. Meskipun guru mengaji Anzalna itu kakeknya sendiri.
Setahun kemudian, Anzalna sudah lancar membaca Iqro’nya bahkan ia juga ikut membantu kakeknya mengajar ngaji. Kakeknya selalu memaksanya untuk belajar membaca Al-Qur’an serta dengan sangat sabar Sang Kakek mengajari cucunya sampai cucunya bisa dan tak lupa dukungan dari Orang Tuanya. Ketika menginjak umur sebelas tahun, ia mengikuti Munaqosah TK/TPA. Itu artinya dia sudah lulus belajar membaca Al-Qur’an. Walau begitu Anzalna tetap belajar mengaji sambil membantu beliau. Kakeknya. Akibat kesibukan Kakeknya dan mengingat usianya yang lansia membuat kakeknya terkadang jatuh sakit. Kini, Anzalna tak bisa lagi membantu Kakeknya mengajar ngaji karena Anzalna melanjutkan sekolahnya di sebuah Pesantren. Kakek serta Orang tuanya tak khawatir jikalau Anzalna lanjut ke Pesantren. Sebab, Anzalna sudah bisa membaca Al Qur’an dengan tajwid yang benar. Dan tujuannya untuk menghafal Al-Qur’an karena Kakek nya pernah bilang kepadanya agar menghafal Al-Qur’an meski hanya satu Juz saja. Tapi, tiba-tiba Anzalna mendapat kabar bahwa Kakeknya tengah sakit keras sekarang. Sudah beberapa kali dibawa ke RS tetapi hasilnya tetap nihil. Setelah mendengar berita tersebut Anzalna pun segera mengambil wudhu dan mendo’akan kesembuhan Sang Kakek. Ia teringat semua apa yang telah diajarkan Kakeknya kepadanya. Sebuah memori yang membuat Anzalna mengingat semua kenangan masa kecilnya yang selalu membantah kakeknya. Ia ingat betul saat ia selalu menghindar terhadap Kakeknya, tidak ingin diajak bicara dan bercanda oleh Kakeknya, bahkan waktu pun tak pernah ia gunakan untuk menegur Sang Kakek. Ia selalu bermain dan bermain bersama teman-temannya. Jika kakek menegurnya jangan terlalu banyak bermain, ia selalu saja menatap sinis dengan Kakek.
“Ya Allah, Ampuni dosa-dosa Anzalna. Dosa kedua Orang Tua Anzalna dan kakek nenek Anzalna. Ya Allah, sekarang Kakek sakit keras. Sembuhkanlah dia, kembalikan kesehatannya Ya Allah. Anzalna pengen bisa main bareng Kakek, diajari ngajar lagi sama Kakek, di nasehati Kakek. Andai aja waktu bisa diputar. Anzalna gak bakalan pernah ngelakuin semua itu. Anzalna tahu kalau Kakek udah tua. Tapi, Anzalna gak mau kalau Kakek sakit begitu. Anzalna mohon, sembuhkan Kakek Anzalna Ya Allah.”Dia berdo’a seraya mengeluarkan deraian air mata.
Beberapa bulan kemudian, bulan Ramadhan pun datang. Dan itu berarti libur yang selama ini diimpikan pun telah tiba. Saat pulang Anzalna langsung menemui Sang Kakek yang sedang duduk dikursi roda. Kakeknya lumpuh, dan sulit berbicara. Anzalna yang melihat keadaan Kakek pun menahan tangis. Ia tak menyangka kalau Kakek yang dulu sehat kini jatuh sakit. Sekarang Kakeknya tak bisa melakukan apa-apa lagi. Kemudian, Anzalna pun menelpon Ustadzah yang mengajar di Pesantren nya, ia mendapat berita bahwa salah satu Ustadz di Pesantren nya bisa mengobati berbagai macam penyakit dengan cara pengobatan Totok(pengobatan yang dilakukan secara alami). Dengan segera ia memberi tahu Orang Tuanya tentang pengobatan itu. Lalu, mereka pun membawa Kakek segera menuju ke rumah Ustadz tersebut. Seminggu sudah Kakeknya mengikuti pengobatan tersebut akhirnya Sang Kakek pulih dan sembuh dari penyakitnya. Kakek Anzalna atau biasa dipanggil Kyai Saidi pun sehat kembali seperti semula.
Allahu Akbar3x Lailaahailallahuwallahu akbar allahu akbar walillahilham. Takbir pun berkumandang. Idul Fitri datang meninggalkan Ramadhan. Anzalna beserta keluarga pun sholat menuju Masjid tempat biasa ia belajar mengaji. Selesai pulang sholat Lebaran mereka berkumpul dirumah Kakeknya. Mereka pun bersalaman dan bersuka ria bersama. Suasana lebaran yang sangat spesial karena sang Kakek baru saja sembuh. Akhirnya, apa yang dirindukan telah sehat karena-Nya.