Jilbab putih itu berkibar-kibar seirama dengan kayuhan cepat dari seorang remaja berseragam SMA yang dengan semangatnya menuju rumah tercinta. Diparkirkannya sepedanya didepan rumah depok bercat coklat itu. Langkah kakiknya begitu bersemangat menuju langkah pintu kayu itu.
“Assalamu’alaikum, bunda”ucap gadis bernama Nafizatul Qolbi itu seperti biasa, telinga sang bunda seperti dijejal ribuan kapas sehingga ia seakan tak mendengar salam dari bibir putri tunggal nya.
Qolbi melangkahkan kakinya dengan cepat dan memeluk bunda yang sedang menikmati acara nonton TV ditemani secangkir anggur merah. “Bun, Qolbi dapat juara satu lagi”ucapnya seraya memamerkan sebuah piala dan piagam penghargaan. Bunda mengukirkan segurat senyum tulus.
“Tadi disekolah ada lomba hifzil. Qolbi dapat juara satu hifzil 20 juz, bun”.
“Plakk!!”Bunda sontak berdiri.
“Sudah berapa kali Bunda harus bilang sama kamu! Berhenti bersahabat dengan Al-Qur’an!”ucap Bunda seraya merobek piagam penghargaan tersebut menjadi taburan kertas tak berharga yang bermandikan anggur merah.
Tak hanya itu, piala yang berkilau itu pun menjadi kepingan yang hancur, sehancur hati Qolbi. Semenjak kematian sang ayah sepuluh tahun yang lalu sosok Bunda berubah 180 derajat sangat berbeda.
“Tapi bun. . . .”Ucap Qolbi disela isak tangis.”Al-Qur’an itu bisa membuat hidup kita tenang, bahagia, dan damai.”
“Tenang???Bahagia???damai???”Bunda tersenyum sinis.”Dasar anak sinting!!! Kamu lupa ? ayah kamu meninggal dulu gara-gara apa? Gara-gara nganterin kamu ngaji!!! Kamu ingat hah ?”bentak Bunda.
“Tapi bun. . . .”
“Ini apa?”potong bunda seraya menarik jilbab putih Qolbi dan melemparnya kelantai.”Untuk apa kamu pakai jilbab?Gak berguna”
Isak Qolbi semakin mengiris.”Bun. . . “air matanya semakin deras.
“Bunda dulu ngajarin Qolbi buat memakai jilbab. Bunda dulu yang bilang ke Qolbi kalau Al-Qur’an itu penenang. Bahkan Bunda juga bilang bahwa pengahafal Al-Qur’an mampu membebaskan sepuluh keluarganya yang bakal masuk neraka. Bunda juga bilang bahwa jika Qolbi bisa memakaikan ayah dan bunda mahkota dari cahaya kalau Qolbi menghafal Al-Qur’an.”
Amarah Bunda bak gunung Krakatau yang siap memuntahkan seluruh magmanya. Diseretnya Qolbi dengan paksa menuju kamar mandi dan menguncinya dari luar.”Itu balasan Karena kamu telah berani membantah Bunda!!!”
“Bunda!!! Maafin Qolbi, bun !!!”pekik Qolbi dikamar mandi seakan-akan kata itu adalah password untuk keluar dari tempat itu.”Qolbi rindu Bunda yang dulu”ucapnya lemah.
Perwatakan Bunda berubah sejak kematian sang ayah. Baginya, Allah tak adil terhadap keluarganya. Janji islam mengenai ketenangan itu bohong. Al-Qur’an hanya bacaan tak berguna. Semenjak itu, gamis dan jilbab lebar yang sering Bunda pakai berganti menjadi pakaian yang memamerkan lekuk tubuhnya. Kini anggur merah, diskotik dan maksiat lain menjadi pelampiasan kekesalannya.
***
“Bun, Sabtu depan sekolah Qolbi menyelenggarakan perpisahan. Bunda datang kan ?”pinta Qolbi seraya merangkul Bundanya.
“Pasti”senyum tulus Bunda terukir.”
Hari Sabtu kemudian. . .
“Qolbi”panggil Bunda.”kayaknya Bunda sibuk hari ini. Bunda gak bisa datang ke acara perpisahan Qolbi.”
Senyum Qolbi luntur seketika”emm. . .”pikirnya seketika.”Iya gak apa-apa, bun. Qolbi ngerti. Yaudah, Qolbi pamit dulu yah, bun”ucapnya seraya mencium punggung tangan Bunda.
Sebenarnya, Bunda enggan menghadiri acara perpisahan itu dikarenakan Qolbi juga akan diwisudah menjadi satu-satunya siswa di SMA nya yang menjadi penghafal Al-Qur’an 30 Juz.
Hingga beberapa jam berlalu. . .
“Maaf, ini benar dengan Bu Amel ?”tanya seseorang dari telepon.
“Iya, benar. Ini siapa dan kenapa?”
***
Bunda berlari menelusuri koridor rumah sakit menuju ruang tempat Qolbi dirawat, tampak Qolbi dengan mata terpejam dan alat bantu pernapasan ditubuhnya. Bunda dengan bergegas memasuki ruangan itu tanpa memperdulikan yang lainnya.
Terdengar lantunan ayat suci Al-Qur’an dari bibir kecil Qolbi disaat ia berada dibawah alam sadarnya. Bunda memeluk tubuh anaknya yang berpercikan darah akibat luka peluru yang nyasar mengenai tubuhnya saat acara perpisahan akan ditutup.
Tiba-tiba tubuh Qolbi bergerak, matanya terbuka.”Bunda”ucapnya dengan suara pelan dan lemah. Qolbi memaksakan dirinya untuk duduk dan mengambil sebuah hadiahnya dan membukanya didepan Bunda.
“Ini untuk, Bunda”ucapnya seraya memakaikan jilbab putih dari dalam bingkisan putih itu.”Qolbi sudah berhasil menghafalkan Al-Qur’an. Qolbi, Ayah dan Bunda akan berkumpul disurga dengan mahkota dari cahaya.”
Bibir Bunda bergetar tak sanggup berkata apa-apa lagi. Tangan lemah Qolbi menyentuh kedua pipi Bundanya dengan lembut. “bunda”panggilnya.”Qolbi dan ayah akan menunggu Bunda buat kumpul bareng. Qolbi sudah menyiapkan mahkota dari cahaya untuk Bunda.”
“Qolbi jangan ngomong begitu, sayang”isak Bunda dengan gemetar.
Qolbi tersenyum.”Bunda jangan nangis”diusapnya air mata sang Bunda.”Bun, QOlbi rindu Bunda yang dulu. Bunda harus janji sama Qolbi. Bunda harus berjilbab lagi, baca Al-Qur’an lagi dan sholat lagi.”
“Iya sayang. . . .”
“Bun. . .”
“Emm. . .”
“Qolbi boleh minta sesuatu gak sama Bunda ?”
“Apapun, sayang. . .”
“Kita baca dua kalimat syahadat bareng-bareng ya, bun”
Air mata Bunda tak terbendung lagi. Tubuhnya semakin bergetar. Bibirnya yang bergetar mulai mengikuti gerak bibir kecil Qolbi.
“Asyhadu anla ilaha ilallah wa asyhadu anna muhammadarrasulullah.”
Qolbi menyelesaikan syahadat dengam senyuman dan memejamkan matanya dengan diiringi jiwanya yang telah pergi dengan Al-Qur’an.
“Tunggu Bunda, sayang.”ucap Bunda dengan lirih.
Karya : Cindy (XII)