Inilah ceritaku, tentang seorang bidadari yang Allah berikan padaku. Awal cerita, aku sudah bertahun-tahun menetap di pondok pesantren. Aku bersyukur, karena Allah memberiku otak yang cerdas dan berakhlak yang baik. Alhamdulillah aku di kenal sebagai santriwan yang berprestasi, baik di dalam pesantren maupun di luar pesantren.
Namaku Muhammad Fachriansyah, biasanya aku dipanggil Fachri. Ada satu alasan yang membuatku juara dalam segala hal. Aku terangkat dan termotivasi oleh seseorang. Ialah yang telah membuatku bersemangat dalam segi apapun.
Pada saat itu, sungguh di luar dugaanku. Kalau dia akan membuat masa Aliyahku, dan tahun-tahun selanjutnya mulai menggemparkan karena dia. Dia yang berhasil membuat jiwaku membara untuk mendapatkan apa yang aku cita- citakan.
Malam itu, pondok pesantrenku mengadakan acara Nuzulul Qura’n. Pada saat itulah, aku diberi kesempatan oleh kyai untuk mengisi acara tersebut. Tidak ada rasa takut ataupun gugup yang aku rasakan. Namun, ketika acara akan selesai, namaku dan namanya di panggil sebagai Qori’ dan Qori’ah. Ketika saat itulah, pandangan kami tertuju satu sama lain. Ya Allah, astagfirullah hala’zim. Aku merasa berbeda. Aku sedikit malu. Seketika, senyum kami bertemu.
Aku masih saja bingung. Padahal aku sudah tiba di asrama. Kulihat teman-temanku sudah tertidur pulas. Waktu sudah lewat tengah malam. Wajahnya, masih saja teringai di pikiranku. Apa ini yang di namakan jatuh cinta?
———-
“ Kum, kum akhi”
“ Astaghfirullah! Aku kesiangan” Ucapku dalam hati.
“ Afwan ustadz, ana la’addri” Aku meminta maaf, dan langsung pergi ke kamar mandi karena kesalahanku sudah di maafkan. Setelah wudhu, aku langsung menuju mesjid yang ada di perbatasan kawasan putra dan putri.
“ Fachri! Hunna !” Aku menghampiri Anwar yang berada di depan pintu masjid bagian putra. Ia berasal dari Sumatra Utara dan termasuk salah satu teman akrabku di asrama.
“ Li Madza?” Aku mendekatinya.
“ Bagaimana ini?”
“ Bagaiman apanya? Aku tidak mengerti?”
“Aku ketahuan surat-suratan dengan Fatiah! Bagaimana Fachri? Aku takut sekali?” Ucapnya dengan logat khas Bataknya.
“ Bagaiman bisa?” Belum sempat Anwar menjawab pertanyaanku, seketika ustadz Ramlan mendekati kami.
Alhasil aku terlebih dahulu diberi hukuman. Di karenakan keterlambatanku. Aku disuruh membersihkan lapangan perbatasan putra dan putri. Setelah selesai, aku kembali ke asramaku untuk bersiap berangkat sekolah.
Pelajaran yang bersangkutan dengan Bahasa Arab adalah pelajaran kesukaanku. Siang ini, aku pergi menuju perpustakaan untuk meminjam buku Tafsir Jalalain, sebab ada tugas yang harus di selesaikan.
Ketika aku mengambil buku yang kucari, ada santriwati yang berdiri tepat di hadapanku. Dan itu ternyata Alya Khoirunnisa. Tidak sengaja aku melihat name tag yang terpasang manis di jilbabnya. Astafgfirullah.
Saat itulah aku mulai mengenalnya. Lama kelaman aku dan dia berteman akrab. Dikarenakan, banyak perlomba-an yang kami ikut serta. Aku tidak menyangka, ternyata ia termasuk santriwati yang berprestasi dan anggota kelas Tahfidz al-Quran sama sepertiku.
Tiga Tahun Kemudian……
Ada satu hal yang tidak aku sangka. Ternyata Kyai mengetahui perasaanku yang selama ini aku pendam.
“ Kamu ini sudah besar Fachri, Kyai tahu apa yang kamu rasakan. Karena Kyai juga pernah muda, sama sepertimu”
“ Iya Kyai, aku mohon jangan sampai Alya mengetahiu hal ini? Karena aku tidak enak hati dengannya”
Saat itulah, semua perasaanku tiga tahun belakangan ini terungkapkan. Aku dinasihati agar tidak terlalu berlebihan untuk mencintainya. Baik aku terima. Dia memang bukan muhrimku. Dan seiring waktu, aku yakin Tuhan akan mempertemukanku padanya.
Hari ini adalah Juma’t barokah yang kumiliki. Pondok Pesantrenku melaksanakan Pelapasan Santri Mendapat Beasiswa ke Al-Azhar Kairo. Syukurlah, berkat biaya transportasi dari pondok, kedua orang tuaku dapat hadir dalam acara tersebut. Dan aku sangat bangga itu. Semua Ustadz maupun Ustadzh tersenyum bangga padaku. Terima kasih ya Allah, Alhamdulillah.
Sore ini aku bersiap-siap membereskan pakaianku. Banyak rasa yang aku alami sekarang. Berpisah dengan pondok tercinta, keluarga, para dan teman-temanku. Dan aku merasa, tidak dapat melihat senyum Alya lagi. Aku merasa sedih dengan semua itu.
Tetapi aku percaya, Allah akan memberikan Hambanya yang terbaik, hanya saja belum waktunya untuk menikmati semua itu. Aku percaya itu.
“ Fachri ! Ada kabar baik untukmu!” Suara itu membuyarkan lamunanku.
“ Ada apa Anwar? Membuatku kaget saja” Tanyaku seksama.
“ Coba tebak apa yang ku bawa?” Tanyanya sambil mengintai.
“ Ada apa?” Aku mengeluarkan ekspresi wajah tidak yakin. Sungguh diluar dugaanku. Ia mengeluarkan kertas yang sudah terlipat rapi. Seperti surat cinta.
“ Kertas apa itu?” Tanyaku pura-pura tidak tahu.
“ Ini surat dari Alya. Tadi dia memberikan ini ketika aku bertemu dengannya di perpustakaan”. Ucapnya berbisik. Tanpa berfikir panjang, langsung saja kubuka surat itu.
Assalamua’laikum,,,,
Afwan Fachri, aku tidak bermaksud apapun mengirim surat ini untukmu. Aku hanya ingin mangucapkan hati-hati di dalam perjalanan.
Ingatlah pesan dariku, untuk tetap selalu menjaga akhlak dan hafalanmu, serta istiqomah di jalan Allah swt. Semoga kita di pertemukan Allah kembali disaat kita sudah menjadi orang sukses, amin Ya Robbala’lamin.
Salam dariku Alya Khoirunnisa
Wassalamua’laikum
Aku terkejut melihat surat darinya. Apakah dia tahu apa yang aku rasakan selama ini padanya? Ah, lupakan. Yang terpenting aku fokus dengan kesempatan yang Allah berikan untukku.
Tiga Tahun Kemudian,,,,
Aku mulai disibukkan dengan kuliahku. Namun, aku tetap mengutamakan al-Quran. Aku begitu bersemangat, serius dan bersungguh-sungguh menjalani semuanya. Alahamdulillah, Allah selalu memimbingku dijalan-Nya.
Akhirnya, kurang dari tiga tahun aku berhasil menyelesaikan kuliahku dengan predikat Syaraf ula. Ahamdulillah, aku telah menghabiskan hafalan ku 30 jus.
Aku sering sekali meraih kejuaraan pidato maupuan pembacaan puisi bahasa arab didalam even yang diadakan di Universitas Al-azhar. Semua itu berkat sosok bidadari yang selalu memotivasiku atas kesuksesan.
Tiga tahun belakangan ini, aku tidak pernah mendengar berita tentang Alya. Aku sedikit merasa kehilangan. Tetapi aku percaya, Allah akan memberikan pasangan hidup yang lebih baik dari-Nya. Hanya saja, Allah menunjukkan waktu yang lebih tepat untuk menghabiskan kebahagiaan itu.
Ditahun ini, aku kembali ke tanah tercinta. Indonesia. Aku sangat merindukan keluarga, pondok pesantrenku, Kyai dan tentunya bidadari Allah yang pernah singgah didalam kehidupanku.
Sekian lama mencari kabarnya, akupun mendapatkan itu. Ia terkabar menjadi wisudawati terbaik dan berhasil menyelesaikan hafalannya . Syukurlah, aku turut bahagia mendengar itu.
Sore itu, aku mendapat surat dari pos. Bahwasannya, Kyai memintaku untuk mengunjunginya dikarenakan sedang sakit. Aku sangat cemas mendengar kabar itu.
Tanpa berfikir panjang, segera pamit dan segera menuju pondok tercinta. Setelah sampai, sungguh di luar dugaanku. Aku melihat sosok itu. Sosok tiga tahun lalu yang telah mengguncangkan hatiku.
Ia terlihat lebih cantik dan lebih segar. Mata dan senyumnya tidak pernah berubah, ia masih seperti dulu. Alya Khoirunnisa yang ku kenal.
“ Fachri?? Apa benar kamu Fachri?”
“ Subhanallah! Alya? Benar kamu Alya?”
“ Iya saya Alya”
“ Bagaimana kabarmu?”
“ Alhamdulillah, baik. Bagaimana denganmu?”
“ Berarti kita sama, kabar saya malah lebih baikkan dari sekarang.“ Kataku sedikit garing. Seketika Kyai datang menghampiri kami.
Ternyata, Kyai sengaja berencana mempertemukan kami. Dan menyarankan kami untuk terus bersama ke jenjang selanjutnya. Dengan keputusan yang Kyai berikan, kami menerima dengan sangat ikhlas.
Tidak menunggu lama, kyai langsung menghubungi keluarga saudari Alya dan meminta untuk bersedia menerima lamaran dariku. Orang tuanya dengan ta’dzim menerima permohonan pak Kyai di kediaman Alya dan keluarganya .
Akhirnya, digelarlah acara lamaranku dikediaman Alya dan keluarganya . Alhamdulillah acara terselenggarakan dengan lancar. Semoga saja kami menjadi keluarga sakinnah, mawaddah dan warohmah. Amin Ya Allah.