Ini bukan sebuah tulisan tematis perihal jodoh dalam pandangan al-Quran, dari itu judulnya ku tambahkan kata “mushaf”. Ini juga bukan untuk menjadi bacaan ilmiah dan penting, yang bahkan menggurui siapapun perihal kejodohan. Ini tertulis, hanya lebih untuk menghibur dan mengisi dinamika perasaan pribadi. Ini dicatat, hanya sebagai rekaman peristiwa nyata yang dapat dibaca sebagai tambahan pemahaman dan perenungan terhadap persoalan kejodohan. Sebab jodoh, dalam kasus apapun, seringkali mengundang dan menjamu kegalauan dalam diri saat masalah ini tak terpahami dengan betul dan apik.
“Kalau lah jodoh, takkan lari ke mana.“. Itu inti yang perlu dipercayai. Dan cerita berikut, –paling tidak- hanya akan ikut menguatkan pernyataan yang demikian.
Hari ini, Sabtu 11 Agustus 2012 menjelang sahur, seorang teman belajar menghubungi. Dia, yang esok Ahad 12 Agustus 2012 akan takeoff (dari Kairo) ke Malaysia, pulang ke negaranya. “Kita ketemuan pagi ini. Berpamitan, sekalian mengambil titipan yang kemaren kamu bilang…“, itu inti pembicaraan yang ia sampaikan –tentu dengan dialeg Melayu kental yang sudah ku ejakan dalam tata bahasa Indonesia- dan ku respon saja dengan sikap bersepakat, meski titipan yang kami bicarakan itu belum siap adanya.
Setelah pembicaraan di telpon itu usai, aku segera mengirim pesan ke sahabat yang saat ini mendermagakan bahtera rumah tangganya di Malaysia. Seorang sahabat yang berniat ku kirimkan titipan tersebut untuknya. “Akan ada teman yang pulang ke Kuala Lumpur, ada sesuatukah yang mungkin engkau perlukan dan dapat ku kirimkan dari sini, kawan?“, itu pesan singkatku.
“Jika ada kelapangan rizki, aku rindu dengan mushaf, yang dilengkapi dengan tafsir dan index di belakangnya…“, pesan singkat balasan darinya. Mushaf al-Quran?! Oh, God! Allah! Kenapa itu yang dia pinta?!
Bukan aku anti al-Quran, bukan pula merasa diberatkan. Sungguh. Bagiku, demi seorang sahabat baik, diminta itu adalah sebuah penghormatan dan kebahagian. Persoalannya sekarang adalah masalah waktu dan kesempatan. Cukup waktukah untukku mencari, membeli dan menyiapkan permintaan tersebut dalam sisa waktu yang tersedia? Jaraknya hanya antara Subuh ini dan pagi nanti…
Baik, anggap aku tidak harus menyerahkan titipan itu saat ketemuan pagi ini, bisa ku antarkan ke bandara esoknya saja saat jadwal keberangkatan. Itu berarti, dalam hitungan matematis-astronomis, aku punya sisa waktu hampir 30 jam. Okelah, dengan perhitungan seperti itu, 30 jam adalah rentang waktu yang cukup panjang. Tapi, jika kita ukur sisa waktunya dengan hitungan fenomenologis-astronomis, permasalahannya akan lebih bisa terpahami bahwa, berarti aku hanya memiliki kesempatan untuk mempersiapkan titipan itu “pagi ini sampai esok pagi”. Kabar buruknya adalah, aku hanya punya kesempatan pagi ini, sedang tak ada toko menjual mushaf di bulan puasa yang buka pagi. Kenapa hanya pagi ini? Sebab siang nanti, dalam jadwal, aku harus sudah berangkat ke gurun Fayoum bersama rombongan. Menginap. Ada observasi hujan meteor di langit sana, bersama sebuah Lembaga Astronomi yang telah mengundang dan memberi kesempatan. Kesempatan baik dan penting yang tak mungkin diabaikan. Tapi, permintaan seorang teman, juga berat untuk tak dipikirkan. Meski ku berani menebak, ia takkan marah sekalipun titipan itu tak terkabulkan. Tapi, penghormatan yang telah ia berikan dengan telah percaya meminta, adalah hal istimewa yang juga tak boleh disia-siakan. Diminta dan kita dapat mewujudkannya, adalah kebahagiaan hidup yang jangan pernah dilewatkan. Kesimpulannya, saat pagi nanti teman belajar itu datang, mushaf itu sudah harus diserahkan dan dititipkan. Bagaimanapun caranya.
“Banyak jalan menuju Roma“. Mencari solusi strategi mendapatkan mushaf itu, sesegera mungkin, itu yang ku tempuh.
Pertama, ku mulai dengan mencari informasi, siapa tau ada toko yang menjual mushaf yang buka dari pagi hari. Jadi, bisa ku sempatkan mencarinya sebelum berangkat. Ku telpon beberapa teman, tapi hasilnya, nihil. Tak terlacak keberadaan toko menjual mushaf yang buka semenjak pagi.
Langkah ke dua, mencari teman yang memiliki mushaf seperti yang termaksud, yang mungkin bisa ku beli atau ku pakai dulu yang kelak akan diganti. Dan hasilnya, juga nihil. Di akhir langkah ke dua ini, tak sengaja seorang teman bangun dan mendengar permasalahan yang ku sampaikan pada beberapa teman di telpon. “Aku punya mushaf seperti yang dimaksud, tapi bukan punyaku. Aku hanya memakainya, sepertinya mushaf orang lama yang telah ia tinggalkan“, begitu informasinya.
“Boleh. Coba kita lihat…“. Segera ia ke kamar, mengambil mushaf dimaksud. Sesampainya kembali ke ruang belakang, ku terima mushaf itu, lalu ku buka. Dan…
“Allahu akbar!!!“, rasa kagum itu membuncah spontan di dalam dada dan menjalar ke seluruh saraf jiwa, saat ku lihat tanda nama dan tangan siapa yang tertulis di mushaf “tertinggal” itu; “Ibnu Syam el-Pidamarani”. Tanda nama yang sangat ku kenal, tanda nama yang sangat tak asing bagiku, itu nama seorang sahabat di Malaysia yang meminta kiriman mushaf bertafsir dan berindex itu sendiri. Itu mushaf miliknya yang sudah lebih empat tahun ia tinggalkan.
Jika kali ini aku tak sempat memberinya mushaf baru, tapi di kesempatan ini, aku kembali mempertemukannya dengan mushaf yang telah lama “tertinggal” lebih dari empat tahun kepulangannya meninggalkan negeri Kinanah ini. Semenjak dulu ia pulang karena telah menyelesaikan sarjananya di Universitas al-Azhar.
“Mushaf itu benarlah jodohmu, kawan… Tak perduli berapa lama engkau tinggalkan, tak hirau seberapa panjang liku perjalanan yang masing-masing kalian tempuh selama masa perpisahan.“. []
—————————–
*Ini cerita yang ku tulis dengan sedikit penyesuaian dramatisasi hanya untuk menghibur kegalauan pribadi yang mungkin muncul, kegalauan sebagai manusia lemah yang bahkan tak berdaya mengendalikan gejolak hatinya sendiri.
Jodoh seperti di kisah ini, –mungkin- juga akan berlaku dalam banyak hal. Jodoh hanya butuh dimunajatkan, biarkan Sang Penuh Maha yang menentukan dan kelak diterima dengan penuh kerelaan. Penuh kesukuran dan kesabaran. Selamat mengisi hari-hari akhir bulan penuh rahmat. Selamat bermunajat. Tanpa galau… 🙂