SEMARANG, koran.tempo.co (17/11) – Nahdlatul Ulama (NU) membolehkan aborsi bagi janin hasil pemerkosaan. Keputusan itu diambil dalam Musyawarah Nasional dan Konferensi Besar NU awal bulan ini. “NU membolehkan praktek aborsi, dengan catatan, usia janin itu di bawah 40 hari terhitung sejak terjadi pembuahan,” kata Rois Syuriah PWNU Jawa Tengah, Ubaidillah Shodaqoh, saat sosialisasi hasil munas itu di Semarang, kemarin.
Masalah aborsi dibahas majelis bahtsul masail alim ulama di Munas dan Konbes NU di Jakarta pada 1-2 November lalu, menyusul adanya Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi. Peraturan itu memuat klausul membolehkan aborsi bagi perempuan dengan keadaan darurat medis dan korban pemerkosaan.
Secara esensi, NU mengharamkan aborsi. Namun ada pengecualian, seperti ketika adanya ancaman keselamatan bagi ibu atau janin kasus pemerkosaan. Ketua PBNU Masdar Farid Mas’udi menambahkan, harus ada alasan darurat bagi korban sehingga dilakukan aborsi. “Ada beban mental bagi korban jika bayi tetap dilahirkan.”
Wakil Ketua Komisi Nasional Perempuan Masruchah menyambut baik keputusan NU. “Apalagi kalau korban masih di usia belajar.”
Pakar sosiologi gender Universitas Gadjah Mada, Desintha Dwi Asriani, menilai langkah NU bisa membuka kesadaran masyarakat untuk peduli terhadap korban pemerkosaan. Ia mengatakan selama ini korban kerap menjalani aborsi tak aman lantaran belum ada payung hukum yang melindunginya.
Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia Ma’ruf Amin menyatakan lembaganya sudah lebih dulu membolehkan aborsi dengan beberapa syarat. Ia juga mengatakan Islam mengharamkan aborsi, tapi ada pengecualian terhadap kondisi tertentu, yakni untuk menjaga keselamatan ibu dan kasus pemerkosaan. “Perkosaan itu membuat traumatis. Apabila hamil, akan merasa trauma sepanjang hidupnya.” ROFIUDDIN | MUHAMMAD MUHYIDDIN | LINDA TRIANITA