TASIK, JPNN (04/11) – Para penyedia jasa pembuatan skripsi bergentayangan di Tasikmalaya. Mereka menawarkan jasa pembuatan tugas akhir kuliah itu dengan bayaran mulai Rp 1 juta hingga Rp 3,5 juta.
Jhon (bukan nama sebenarnya) saat ini kuliah di tingkat akhir salah satu perguruan tinggi di Kota Tasikmalaya. Dia mengetahui banyak tentang seluk beluk penyedia dan pengguna jasa pembuatan skripsi. Menurutnya, tarif pembuatan satu skripsi tergantung jurusan dan metode yang digunakan untuk penelitian tersebut. ”Terus ada juga yang tergantung program atau materi yang diajukan,” ungkapnya tadi malam dalam wawancara ekslusif dengan Radar Tasikmalaya (Grup JPNN).
Harga satu skripsi, kata dia, mulai Rp 1 juta sampai dengan Rp 2 juta. Itu disesuaikan dengan materi yang diajukan. ”Tergantung penelitiannya. Mau yang kuantitatif atau kualitatif,” jelasnya. Menurutnya, seorang joki skripsi mampu menuntaskan odernya sesuai pesanan. ”Dua hingga tiga bulan udah kelar lah,” bebernya.
Biasanya, info mengenai joki skripsi diterima seorang calon klien dari mulut ke mulut. Karena keadaan joki di kalangan mahasiswa kurang transparan. ”Denger dari temen-temen sih dari mulut ke mulut yah,” ungkap pria yang anti dengan praktik tersebut.
Orang-orang yang menjadi joki skripsi, biasanya, kata dia, adalah alumni sebuah kampus, tapi ada juga yang dari luar (bukan alumni). ”Biasanya seperti itu,” ungkapnya di ujung telepon. Salah seorang alumni sebuah perguruan tinggi di Kota Tasikmalaya, Anderson (bukan nama sebenarnya) membenarkan adanya permainan joki skripsi di lingkungan sebuah kampus.
Yang paling mengejutkan, kata dia, para pemainnya merupakan oknum dosen dan asisten dosen. ”Pengalaman saya dulu, para dosen langsung berkomunikasi dengan mahasiswa mengenai hal itu,” ungkapnya. Namun, kata dia, ada juga dosen yang malu-malu kucing untuk berkomunikasi dengan mahasiswa sehingga menggunakan perantara, asisten dosen. ”Ada gayanya langsung dan terang-terangan. Ada juga yang lewat asistenya,” beber pria ramah ini. Tawar menawar, biasanya dilakukan di luar kampus, diantaranya di tempat makan atau ditempat lainya. ”Ada yang di rumah dosennya,” jelasnya. Teman-teman seangkatannya yang mampu membayar uang sebesar Rp 3.500.000, kata dia, bisa mendapatkan satu buah skripsi yang sudah jadi. ”Udah beres. Pokoknya udah beres,” ungkapnya.
Pembuatan skripsi oleh dosen terhitung sangat cepat. Tidak perlu menunggu lama. Hanya butuh waktu satu bulan saja. ”Maksimal satu bulan saja,” jelasnya. Menurut Anderson, kebanyakan teman-temanya dipengaruhi doktrin tentang sulitnya menempuh sidang skripsi, jika tidak meminta bantuan joki skripsi. ”Tapi semua itu nggak bener sih,” ungkapnya. Di kelas Anderson, dari 30 mahasiswa akttif, hanya lima orang saja yang membuat skripsinya sendiri. ”Sisanya bikin ke dosen. Itu mayoritas,” ungkapnya.
Anderson merasa hal ini merupakan kebiasaan yang kurang baik dan seharusnya sebuah kampus harus memiliki budaya riset yang tinggi. ”Skripsi ini merupakan sarana awal membiasakan mahasiswa melakukan riset,” kritiknya yang mengecam praktik penjokian skripsi. (mg10)