Sinar mentari menembus jendela kecil dari kamar seorang anak yang masih terlelap dari tidurnya.
“Kina. . . ayo bangun sayang! Kita sarapan dulu!” Ujar seorang pria yang baru saja masuk ke kamarnya.
“Hhh. . . . aku masih ngantuk yah, nanti aja. Ayah dan ibu duluan aja.” Jawab Kina.
“Baiklah, tapi nanti jangan lupa makan ya!” Kata ayahnya keluar dari kamar.
Setelah ayahnya keluar dari kamar, Kina langsung bangun dan beranjak dari tempat tidurnya. Ia segera melihat ke kalender yang berada di atas meja belajarnya.
“Aku harus membeli kadonya hari ini, karena besok adalah hari ulang tahun ayah.” Gumam Kina.
Tak lama, Kina sudah siap dengan pakaian dan tas kecilnya. Ia akan pergi membeli kado untuk ayahnya. Kini, rumah nya terlihat sepi. Hanya ibunya yang berada dirumah. Sementara, kakaknya sedang kuliah di luar kota, dan ayah tentunya sudah pergi bekerja.
Kina pamit dengan ibunya dan segera pergi. Kina membelikan ayah sebuah sajadah dan sarung. Di perjalanan pulang, ia melihat banyak orang yang berkumpul di pinggir jalan. Deg. . . seketika Kina merasa cemas akan keadaan ayahnya. Namun, ia berpikir bahwa ayah pasti sedang berada dikantornya.
***
Di rumah, Kina segera membungkus hadiah untuk ayahnya, namun tiba-tiba ibu menjerit histeris dan menangis.
“Kina. . . .” Panggil ibu.
“Ada apa, Bu?” Kina segera berlari keluar kamar, dilihatnya ibunya yang tengah terjatuh duduk di lantai sambil menangis.
“Kina. . . ayahmu kecelakaan. . .” Isak Ibunya.
“Astaghrifullah. . . innalillahi wa innalillahi roji’un.”Seketika tubuhnya terasa lemah, pikirannya tertuju pada kecelakaan yang terjadi tadi sore.”
“Apa benar itu ayah.” Ucapnya dalam hati.
Tanpa berpikir panjang, Kina dan ibunya langsung menuju rumah sakit dimana ayahnya dirawat.
Ketika tiba di kamar rawaet, terlihat ayah terguling lemah dengan berbagai perban di tubuhnya.
“Ayah. . .” Tangis Kina.
“Ayah. . . ini Kina dan Ibu, ayah harus sembuh, Kina sayang sama ayah, Kina nggak mau ayah pergi.” Isak tangis Kina pecah.
“Kina, ayah baik-baik aja. Kamu tenang aja, walaupun ayah pergi. Ayah akan menjaga Kina.” Jawab ayah dengan nada lemah.
Waktu menunjukkan tengah malam. Namun, Kina belum tidur. Ia meletakkan kado untuk ayahnya disamping tangan ayahnya.
“Ayah. . . . happy birthday, wish nya semoga ayah cepat sembuh. Ini kado buat ayah, Kina pengen lihat ayah memakai kado dari Kina. Kina sayang ayah.” Ucap Kina menangis.
“Makasih sayang.” Jawab ayah.
“Ayah belum tidur?” Tanya Kina.
“Belum sayang. Ayah minta maaf sama Kina, ayah tidak bisa memakai kado pemberian dari Kina, ayah harus pergi. Ada seseorang yang sudah menjemput ayah.” Ujar ayah.
“Jangan! Ayah! Ayah jangan bilang gitu, jangan ninggalin Kina, ibu sama kakak.” Isak Kina kembali pecah.
“Asyhaduanla ilaahaillallah wa asyhaduanna mumammadarrosullullah.” Itulah kalimat terakhir yang diucapkan ayah. Lalu, ia menutup mata.
“Ayah. . . Ibu. . . Ibu. . .” Jerit Kina.
Ibu terbangun dari tidurnya dan segera memanggil dokter. Kina memeluk ibu.
“Bu, Ayah pergi. Ayah ninggalin kita.” Isak Kina.
Dokter yang memeriksa ayah pun keluar dari ruangan.
“Kami minta maaf,Bu. Kami sudah berusaha, namun Allah berkehendak lain. Pak Ridwan harus pergi.” Ujar dokter.
Kini, tangis pun semakin pecah.
“Ayah. . . kenapa ayah pergi?” Isak Kina.
“Ayah Kina sayang ayah, Kina janji akan menemui ayah di surga nanti. Selamat jalan ayah. Kina minta maaf, karena saat itu Kina gak langsung lihat ayah ketika kejaadian itu. A..yah..” Isak Kina menangis sejadi-jadinya sambil memeluk jenazah ayahnya.
Malam itu adalah malam yang seharusnya dipenuhi kebahagiaan sebab ulang tahun ayahnya. Namun, takdir mengatakan lain. Malam itu pun menjadi malam yang sangat menyedihkan bagi Kina.