Mulia ibu banyak disanjung dalam sabda baginda Nabi Saw.. Di antaraya, ketika itu, Umar bin Khattab dan Ali bin Abi Thalib, dua orang Khalifah Rasul pernah ditawarkan oleh baginda Nabi Saw. untuk mencari seseorang cuma sekedar agar mereka didoakan oleh orang tersebut, Uwais al-Qarny. Seorang masyarakat biasa, bukan siapa-siapa. Tidak memiliki limpahan harta, tidak berpangkat tahta, tidak pula punya popularitas nama. Rasulullah Saw. bersabda, “Kalau kalian ingin berjumpa dengannya (Uwais al-Qarny), perhatikanlah, ia mempunyai tanda putih di tengah-tengah telapak tangannya.”. Setelah itu, beliau memandang kepada Ali bin Abi Thalib dan Umar bin Khattab kemudian kembali bersabda, “Suatu ketika, apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah do’a dan istighfarnya, dia adalah mahluk penghuni langit, bukan penghuni bumi.”.
Umar bin Khattab dan Ali bin Abi Thalib adalah dua orang sahabat dan bahkan Khalifah Rasul, namun mereka pun dapat terberkati hanya oleh seorang biasa yang menjadi luar biasa sebab salah satu kesempurnaannya purna mengabdi pada ibunya. Uwais al-Qarny, sekalipun lelah di waktu siang sebagai seorang pengembala dan istiqamah salat di malam harinya, tak sedikit pun mengeluh untuk terus merawat ibunya yang telah renta dalam keadaan lumpuh dan buta mata.
Suatu ketika, tak pernah ia merasa ragu untuk memutuskan segera pulang, sekalipun perjalanan panjang dari Yaman ke kota Mekkah telah ia tempuh, padahal maksud awal perjalanan panjang itu belum terwujud, hendak bertemu muka bersama Rasulullah Saw.. Ketika itu, ia tiba di kediaman Rasulullah Saw. namun beliau sedang keluar kota, saking khawatir ibunya sendirian menunggu lama, ia pun segera bergegas pulang.
Inilah kisah luhur seorang Uwais al-Qarny, di sana ada isyarat dahsyat nilai seorang ibu, bahwa pengabdian padanya adalah berkat yang teramat hebat. Sampai derajat wali seseorang dapat terangkat.
***
Kini, empat tahun tak bertemu ibu, sadar akan masa lalu menjadikanku semakin tak dapat menghitung banyaknya jasa serta mengukur luasnya kasih ibu. Sekarang, aku hanya semakin sering tarbayang, banyak cita dan doa yang beliau harap pada diriku, namun, aku tak tau adakah yang pernah ku wujudkan harapan itu. Aku semakin sering terbayang, adakah selama ini dengan tak sadar telah ku sia-siakan keberkatan hidup itu? Karena banyak tak mewujudkan harapan ibu.
Aih, akan adakah hidup bahagia tanpa berkah? Bermaknakah hidup tanpa keberkatan?!
Sungguh, aku semakin merasa rapuh dengan bayang-bayang itu. Ah, rasanya ingin segera ku bertemu ibu. Ingin lama ku peluk ibu, di telapak kakinya bersimpuh. Lalu, akan kumulai tunaikan harapan-harapan ibu, yang semoga dapat menghapus rapuhku sebab bayang-bayang tak becusnya masalaluku.
***
Semogalah, rapuh akan runtuh, kembali dibangun sebagai yang baru, dengan segala kesadaran atas masa lalu. Get’s revolution!, itu janjiku. Untuk perjalanan sisa hidup yang tak tentu, selagi ada waktu guna memberi bahagia ibu. [Sabtu, 07 Februari 2009]